Ambon Bercerita: Narasi-narasi Major dalam Pameran tentang hal-hal Minor !

Narasi-narasi Major dalam Pameran tentang hal-hal Minor !


Seorang pengunjung memperhatikan foto-foto yang dipamerkan di depan pension cafe, sebelum pembukaan.
Bagaimana seharusnya warga Ambon bercerita tentang kotanya ? 

Pertanyaan ini sesungguhnya bukan pertanyaan sederhana. Pada pertanyaan semacam ini, kehidupan harus dirangkum dalam beberapa kalimat padat yang runtut tanpa amputasi pada konteks. Maka itu, tak semua orang bisa menceritakan kotanya dengan baik tanpa terjebak pada tema-tema populer jua besar yang gempita di kepala banyak orang. Itu sebabnya seringkali orang harus dituntun bersahabat secara lebih rapat dengan kehangatan kota di dalam dirinya sendiri untuk lepas dari hal-hal umum disekitarnya. Pendeknya orang harus berlatih untuk lebih jujur pada diri sendiri bila hendak mengabdi pada kesederhanaan.

Pameran #ambonbercerita_1 yang diinisiasi molucca project dan paparisa #ambonbergerak sepertinya hendak memulai usaha menuntun warga kota ini terutama orang mudanya kepada kejujuran atas kota yang mereka tinggali. Ajakan kegiatan ini, sejak mula, adalah membiasakan warga Ambon untuk meresapi kotanya dengan mengucap pelan abjad kota dimana dia dibesarkan secara rohani melalui visual dan kata-kata. 

Theo (@perempuansore), inisiator pameran ini, menyatakan, kurang lebih, “tindakan kecil memanerkan foto-foto karya fotografer amatir yang menangkap kota melalui gawai berkamera ini bermaksud mendorong warga Ambon untuk menceritakan kecintaannya pada ambon dengan lebih jujur, juga sebagai penyeimbang narasi-narasi besar tentang Ambon, bahkan Maluku.  


Foto-foto pilihan partisipan pameran, dipajang dengan pigura di depan cafe pension
Suasana depan cafe pension, di Jalan AM Sangadji


Saya setuju bahwa kejujuran tampak dengan segera pada banyak foto yang dipamerkan. Bahan tidak hanya pada foto, kejujuran sederhana juga bisa ditemukan pada satu dua kalimat pendek para fotografer yang menyertai foto-foto yang dipamerkan. Saya mengira, kalau pada tiap decak tatapan pada foto dan pembacaan lirih narasi itu, Theo dan kawan-kawannya hendak menciptakan sebuah puisi visual dan bunyi yang harmonis. Sebuah kehangatan yang merengkuh perasaan para pengunjung.

Karena kehendak untuk mengabdi pada narasi-narasi minor jualah maka pameran yang digelar di pelataran pension cafe tanggal 19 dan 20 Januari itu sengaja mengeliminasi tema-tema besar dari foto yang dipamerkan. Pengunjung pameran tak akan menemukan foto dengan tema seperti konflik, perdamaian atau musik – tema yang belakangan mendominasi diskusi tentang Ambon- dalam pameran yang digelar kemarin. Sebaliknya tema seperti pagi, jalan kota, cahaya, malam menyenangkan bahkan kucing ialah narasi yang mendominasi karya 19 partisipan. 

Hayaka, yang jua adalah pioner gerakan hip –hop Maluku itu misalnya bercerita tentang Balon, kucing penghuni rumah bersama komunitas dan segala tingkah polahnya dalam foto-foto yang dipamerkan. Jua Yesco, fotografer dari komunitas pardidoe itu, menampilkan foto-foto pesta kembang api di Ambon. Kedua partisipan pameran ini menawarkan keriaan sekali teguk buat semua pengunjung. Siapapun tak perlu menerjemahkan gambar atau teks. Yang perlu dilakukan hanya tersenyum atau tertawa. Jujur dan sederhana.


Foto : Hayaka Nendisa - Balon dan Yoga


Bagi sebagian dari kita, jujur dan sederhana itu mungkin juga bisa berarti kosong. Tapi jangan salah. Pada ketakrumitan foto-foto itulah sebenarnya kita bisa memulai segala sesuatu dengan jujur. Saya justru menganggap bahwa pada narasi-narasi minor ini kita bisa menyaksikan refleksi dari konsep besar seperti kasih sayang dan perdamaian dengan lebih telanjang. Kita hanya harus sedikit lebih berani membuka kelambu dan menemukan mutiara dari lekuk-lekuk banal ekspresi manusia dan kota yang direkam para fotografer muda ini.



Dapur dan Pagi : Cinta dan kekuatan bermula dari sini; Photo by Echa W


Keceriaan sekolah pagi dari balik tirai ; FOto by Echa W

Lihatlah foto-foto echa worotikan tentang pagi. Tema pagi yang dipilihnya bercerita tentang semangat, cinta dan pengorbanan dalam sekali tangkap. Foto kompor yang sedang digunakan untuk menanak air panas pada mula-mula pagi misalnya mewakili kehangatan dan pengorbanan dengan cerdas. Ini jelas terbaca pada narasi -- dapur dan pagi : cinta dan kekuatan bermula dari sini. Foto Echa lainnya yang merekam bayangan keceriaan kanak-kanak yang berangkat sekolah dari tirai sebuah kamar juga meneruskan cerita paginya dengan tema harapan.


Foto by : Debra A Soplantilla   - Seorang Ayah dan tuan putri kecilnya !

Foto-foto lain juga tak kalah menawarkan pesan-pesan yang mendalam lewat kesederhanaanya. Foto debra yang bertema keluarga – ayah yang sedang menggendong dan memandikan anaknya, foto andrey fakoubun tentang rupa-rupa ekspresi manusia penghuni bandara pattimura dan tak lupa foto petraart mengenai mama-mama jibu-jibu (Ibu-ibu pembeli ikan tangan pertama) yang sedang menuggu nelayan kesemuanya menangkap kehangatan interaksi antar manusia serta harapan. Saya benar-benar menikmati menyaksikan foto-foto, itu. Kenikmatan itu hanya sedikit tergerus karena beberapa foto yang bagi saya akan lebih dramatis dalam format hitam putih dicetak full colour dengan gradasi warna yang tak terlampau baik.


Bandara bukan cuma sekedar lokasi pertemuan dan perpisahan, Bandara juga adalah perjuangan.
Foto by : Andrey Fakaoubun
Mama Jibu-jibu by Petrart; Menunggu ialah cara mempercayai harapan

Begitupun, foto-foto berwarna yang ikut dipamerkan itu tak kehilangan daya magisnya. Beberapa foto bahkan memberi pesan yang lebih kuat karena dicetak full warna. Foto shinta law tentang mandi misalnya merekam keceriaan aktivitas warga dengan sangat kuat. Foto shinta memperlihatkan bahwa, berbeda dengan konteks urban, perilaku mandi warga di Tulehu, desa yang tak jauh dari Kota Ambon itu, tidak terjadi melulu di ruang privat. Di ruang publik-publik yang terbatas, pantai, pemandian air panas, atau kolam sumber air warga Tulehu, mandi adalah sebuah interaksi sosial yang berlangsung hangat penuh tawa.

Shinta Lauw : MANDI (yang pasti segar itu bukan air, melainkan senyum dan tawa)


Foto by Shinta Law : 
MANDI (yang pasti segar itu bukan air, melainkan senyum dan tawa)
Memanggungkan pentingnya dialog warga yang terjadi melalui medium-medium tak biasa ini bagi saya penting karena dengan begitu, kepercayaan terhadap pentingnya menguatkan relasi sosial lewat ikatan-ikatan dan pertemuan-pertemuan sederhana bisa berlangsung alami dan terus menerus. Ini kebetulan yang penting karena di tanggal 19 Januari, tanggal yang pernah jadi momok itu, foto-foto yang dipamerkan memberi nasehat lirih tentang persaudaraan dan kasih sayang, betapapun mungkin dianggap sepele. 

Bagi kita semua, penting rasanya untuk tak bersikap sepele terhadap hal-hal kecil, hal-hal sederhana yang mendorong kita berdialog dengan diri sendiri dan orang lain. Dengan begitu kita mungkin bisa benar-benar mulai menjadi masyarakat yang lebih jujur tentang dirinya sendiri. 

Pameran #ambonbercerita_1 kemarin, menurut saya, telah berhasil mengajak para partisipan dan pengunjung, setidaknya saya sendiri, untuk melihat hal-hal besar dalam narasi-narasi minor. Saya berharap pameran semacam ini bisa membuat anak muda di kota ini untuk jujur dan fokus pada perbaikan hal-hal kecil yang menguatkan, dan menumbuhkan di sekitar mereka. Kecil, sederhana namun merangkai harapan. 

Tokh seperti kata-kata walt whiltman “ simplicity is the glory of expression”


Burhanudin Borut/ @tero2_boshu


NB: Sample-sample foto terpilih dari peserta pameran #ambonbercerita_1 dapat dilihat pada tautan berikut : http://www.moluccaproject.com/2016/01/tentang-peserta-pameran-foto-ambon.html







Tidak ada komentar:

Posting Komentar