Sore itu, sabtu 22 Januari 2010 opa bing sedang berdiri sambil menggengam sebuah pigura berisi kertas berjudul “ bing sebuah puisi “. Puisi itu sendiri adalah nama dari acara spontan yang digagas oleh komunitas sastra Maluku beserta Kalesang Maluku dan Pait Manis project dihalaman rumah opa bing yang asri. Dalam acara yang seakan pesta taman itu, Kalimat tadi diucapkan opa bing dengan suara bergetar dari tenggorokannya. Emosi yang membuncah dalam dadanya itu, akhirnya keluar dengan serak yang tertahan. Sore itu di atas bukit lateri, kami juga seakan merasakan emosinya.
Bing leiwakabessy, atau Om Bing, atau Opa Bing, adalah panggilan akrab dari seniman bernama lengkap Johanes Leiwakabessy. Musisi yang lahir 88 tahun yang lalu itu adalah sedikit yang tersisa diantara musisi senior Maluku yang masih hidup untuk menceritakan bagaimana perjalanan musik Maluku membuat orang Maluku menerima sterotipe terhormat untuk talenta di bidang seni, terutama musik.
Opa adalah juga sedikit dari seniman senior Maluku yang masih menyempatkan waktunya untuk selalu berinteraksi dengan musisi-musisi muda dari berbagai macam genre. Beliau adalah sosok yang rajin mendengarkan dan selalu punya cerita serta pendapat untuk perkembangan berkesenian di Maluku dan Indonesia saat ini. Kita bisa bertanya padanya di rumahnya atau menjumpainya di beberapa rumah kopi tempat dia biasa berinteraksi. Di simpul-simpul interaksi orang Maluku itu, Opa bercerita dan menjawab pertanyaan-pertanyaan anak muda.
Tapi siapakah sebenarnya sang bing leiwakabessy dan apa yang telah dilakukannya, yang membuat dia pantas menyampaikan kalimat sebagaimana yang saya kutip sebagai pembuka untuk tulisan ini ?
Dilahirkan di negeri suli, bulan februari 1922, Opa Bing telah mulai berkesenian di atas panggung sejak berumur dua belas tahun. Perjumpaannya dengan musik yang bertahan hingga usia seniornya saat ini dimulai dengan perkenalan dengan gitar dan biola sang ayah. Dari dua alat musik berdawai inilah, ketertarikan Bing pada musik akhirnya membawa dirinya sebagai seorang seniman pemetik dawai, dalam bentuk yang lain. Hawaian string kemudian menjadi pilihan dan spesialisasi Opa.
Ketertarikan, Kebolehan, keteguhan, serta karya-karya dan dedikasi seorang Bing pada musik hawaian string inilah yang, terutama membuat dia mendapat tempat tersendiri dan khusus dalam perkembangan musik di Maluku dan kemudian juga di Indonesia. Beliau adalah musisi yang turut membawa perubahan serta memberi identitas bagi musik Maluku dan mempengaruhi karya-karya seniman bahkan setelah masa aktifnya di Musik.
Opa Bing adalah, saksi dan sekaligus pelaku dari sejarah musik modern Maluku dan Indonesia. Beliau adalah key stone yang masih mengikat simpul waktu dan peristiwa untuk menjadi saksi bagi peristiwa-peristiwa berkesenian anak muda Maluku yang akan datang. Opa Bing adalah sedikit dari musisi senior Maluku yang masih ada untuk menjelaskan dengan gamblang dan mudah bagaimana lagu rasa sayange yang pernah diributkan Malaysia dan Indonesia itu adalah benar-benar dari Maluku. Beliau pernah memainkan secara langsung lagu itu untuk mengiringi nyanyian Presiden Soekarno di istana sebelum Malaysia sebagai negara didirikan.
Pendeknya, Opa Bing, adalah nada yang bercerita, legenda yang nyata, inspirasi dan motivasi dalam satu tubuh dan gambaran.
Betapa tidak, Opa Bing adalah musisi yang melalui sentuhan tangannya pada hawaian string telah turut membuat musik hawaian yang mendayu dan merayu itu menjadi sebuah identitas yang diadopsi bagi musik di Maluku. Seorang Bing lah yang menurut saya, musisi yang membuat nama kota Ambon dan teluk indahnya yang berasal cicadae de Amboyno itu seakan menemukan artinya melalui kata amboi dan liukan nada indah dalam musiknya.
Pada titik itu menurut saya, Opa Bing melalui dedikasinya di musik hawaian, secara harfiah telah memberi sumbangan yang sangat penting dalam menerjemahkan dan membuktikan dengan indah teori tentang akulturasi budaya melalui musik. Beliau telah turut memberi pernyataan sosial tentang universalitas karya seni yang melintasi budaya dan originalitas asal sebuah karya seni. Opa telah membuat kita tanpa perlu malu, berani mengakui hawaian musik sebagai bagian dari identitas musik Maluku hari ini.
Keberadaan seorang Bing dalam panggung perjalanan musik Maluku dan Indonesia tidak hanya berhenti di situ. Suatu saat, dalam sesi wawancara untuk acara tribute to broery marantika / pesolima beberapa tahun lalu, Opa Bing bercerita tentang Broery dan cerita tentang bagaimana Broery yang setelah pulang dari pelajaran vocal dan musik yang opa lakukan untuknya seringkali dimarahi bahkan dipukul oleh ayahnya sendiri. Opa saat itu secara tidak sengaja membuat saya sadar bahwa dalam satu atau beberapa cara, Opa Bing telah turut ambil bagian dalam membentuk postur vocal seorang Broery Marantika yang fenomenal. Opa lewat Broery telah turut memberi bentuk dari gaya dan karakter vocal banyak vokalis Maluku yang meng-copycat Broery dan dengan cara itu mempengaruhi musik Maluku dan tentu saja, musik Indonesia.
Pengaruh seorang Bing Leiwakabessy bahkan tidak hanya berhenti disitu. Kehidupan bermusik seorang Bing lah yang kemudian tak bisa dipungkiri mempengaruhi sang anak Goerge Leiwakabessy dalam berkarya. Rame-rame, Enggo lari yang terkenal dan banyak karya Goerge lain yang sangat groovy dan etnik jazz itu, kenyataannya mungkin berasal dari akar jazz etnik yang diturunkan Opa Bing melalui grup Kapanya dan rekaman musiknya. Musik yang direkam tahun 50an dengan mesin rekam 1 track di Singapura. Musik-musik seperti enggo lari dan kapanya dalam rekaman itulah yang saya sangka mempengaruhi seorang George, anak Opa Bing, dalam melahirkan lagu enggo lari dan juga rame-rame yang kita kenal saat ini.
Pengaruh Opa bing secara langsung terhadap George leiwakabessy dan pengaruh Goerge terhadap musik jazz Indonesia melalui jazz yang berwarna etnik Ambon itu adalah sebuah sumbangan penting lainnya yang ikut membentuk dan mewarnai perjalanan bermusik banyak musisi pada angkatan Yopi Latul dan Utha Likumahuwa, Harvey Malaiholo dan lainnya bahkan hingga musisi Maluku pada generasi saat ini seperti Gleen, Ello atau Barry Likumahuwa. Ambon Jazz pada gilirannya, menjadi sebuah segmen dan genre tersendiri dalam perjalanan musik Indonesia yang terus mengukuhkan talenta dan potensi besar orang Maluku dalam dunia seni terutama musik.
Menceritakan Opa Bing dan pengaruhnya jelas adalah menceritakan sebuah perjalanan, mendendangkan berbagai lagu, mensyairkan sebuah masa dan memandang teguh sebuah ketetapan hati dalam berkarya. Sumbangan beliau yang terserak disana-sini dalam membentuk kehidupan berkesenian orang Maluku dan Indonesia terlalu pendek untuk diceritakan dalam hanya beberapa lembar kertas. Saya pribadi tak mungkin merangkumkan perjalanan hidup seorang musisi yang masih aktif berkesenian hingga usianya yang kini menginjak 88 tahun dalam tulisan ini. Beliau selalu punya cerita lain setiap kali anda bertemu dengannya.
Sore kemarin misalnya, sesaat setelah grup jazz anak muda Semang menyanyikan lagu Nusaniwe secara akustik. Opa Bing mengungkap fragmen lain dari perjalanan bermusiknya. Di sela-sela obrolan dan tawa yang hangat diantara kami cucu-cucu yang hendak belajar darinya, Opa bercerita tentang lagu Nusaniwe dan liriknya yang ternyata dilengkapi olehnya. Opa juga bercerita tentang latar belakang lagu itu yang ternyata diciptaka untuk menggambarkan kerinduan banyak serdadu KNIL yang akan berangkat untuk berdinas di tanah jawa terhadap Maluku, tanah asalnya.
Saya kemudian tersenyum didalam hati setelah menyadari bahwa ternyata, bahkan saya secara pribadi telah dipengaruhi oleh peran Opa Bing leiwakabessy dalam berkesenian. Bagaimana tidak, lagu Nusaniwe adalah lagu pertama yang saya hafal di usia empat tahun dan bahkan menjadi lagu wajib yang pertama teringat ketika harus membawakan sebuah lagu daerah dalam masa orientasi ketika menjadi mahasiswa baru di tanah Jawa. Saya dengan berani kemudian bisa menyatakan bahwa dalam satu atau berbagai hal, dengan sedikit atau banyak tindakannya, Bing Leiwakabessy dengan karya dan perbuatan-perbuatannya telah mempengaruhi kita semua.
Sore kemarin, diatas bukit lateri yang memerah dan di hadapan teluk Baguala yang dengan indah memantulkan cahaya di atas karpet birunya yang tenang. Rumah asri yang menjadi kediaman Bing Leiwakabessy itu menjadi saksi. Kami semua yang hadir menjadi saksi, bahwa keteguhan dan dedikasi serta passion yang sangat besar untuk berkarya adalah eliksir yang membuat beliau masih aktif berkarya dan sama sekali tidak terlihat sebagai seorang kakek buyut yang telah berusia 88 tahun.
Akhirnya, di batas sore yang memasuki senja Opa Bing, memberi bonus untuk perjumpaan pentas sastra januari yang berjudul Bing sebuah puisi itu. Empat lagu berturut-turut mendawai indah dari tangan dan hawaian string Opa Bing. Musik itu mengantar senja yang beranjak malam, dan kami seakan tak ingin meninggalkan rumahnya yang asri.
Sebelum pulang, Opa bing masih sempat berpuisi
pesannya.
Seniman itu harus jujur
Karena karya semua berasal dari hati
Ambon, 23 Januari 2011
M Burhanudin Borut. / @tero2_boshu
(Dituliskan untuk mengingat sore yang indah
Dikediaman legenda musik Maluku
Opa Johanes Bing leiwakabessy )
Nb. #intermezo :
Opa cerita kalo nama panggilan Bing yang disandangnya adalah panggilan untuk anak bungsu dari orang tua Opa Bing, karena mengira Opa Bing adalah anak bungsu. Nyatanya, beberapa tahun kemudian adik bungsu Opa Bing lahir dan sebutan Bing itu tetap menjadi miliknya.
Nama bing sama sekali tidak ada kaitannya dengan Bing slamet. Dalam suatu kesempatan bertemu dengan Adi Bing Slamet, Opa bilang ke Bing Slamet, kalo dia adalah Bing yang terlebih dulu. Opa Bing lahir lebih dulu dari Adi Bing Slamet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar