Tentang Pekerjaan [ Apa coba ? ]


Kalo ada yang nanya sama kamu Pegawai apa yang paling sering ada dalam sinetron-sinetron Indonesia horror, drama maupun dendam-dendaman dan intrik-intrikan ga jelas, jawabannya pasti pegawai kelurahan.

Kenapa pegawai kelurahan ? saya juga ga tau tepatnya kenapa. Yang jelas itu menandakan kalo pegawai kelurahan memang paling TOP Bgt se Indonesia. Bayangin aja dari sekian juta PNS [ katanya > 8 juta ] yang ada di Indonesia, Cuma pegawai kelurahanlah yang paling sering ada dalam scenario-skenario sinetron. Itu artinya secara praktis para sutradara memang telah bisa menilai dan menghormati kepiawaian para pegawai kelurahan dalam soal acting mengakting. [ ini walaupun pada akhirnya yang jadi pegawai kelurahan di sinetron bukan pegawai kelurahan beneran ; hopefully someday it will be ] dan juga artinya para pegawai kelurahan punya keunggulan komparatif untuk lebih sukses dalam dunia sinetron, pengartisan, pokoknya dunia hiburanlah dibandingkan PNS-2 yang lain. Lho kok bisa pembenarannya jadi kayak gitu ?




Tentu saja bisa, buktinya liat aja dekat-dekat [dekat bgt bahkan].

Aniwei itu Cuma prolog kok, bahkan sekedar pingin main-main aja sih.

The truth is, gue cerita kayak gini itu cuman karena ngeh aja, kenapa sering banget pegawai kelurahan itu jadi korban pengdiskreditan dan stereotip birokrasi yang jelek dalam produk-produk media massa yang dikonsumsi sama public, ya misalnya sinetron itu tadi bandingannya mungkin cuma Polisi Lalu lintas saja kali….
Gue ngerti kalo produk hiburan public itu biasanya cerminan dari kondisi yang ada dimasyarakat dan bahwa banyak kejelakan yang dimiliki pegawai kelurahan gue juga ga membantah, tapi kok jadinya cuma pegawai kelurahan yang distereotipkan sebagai icon PNS yang malas, ga ada kerjaan dan ga becus menangani persoalan-persoalan dimasyarakat bahkan yang paling parah moral pegawai kelurahan juga diidentikan dengan moral penilep uang masyarakat dalam sinetron-sinetron kita. Padahal kan kalo mau ditelisik lebih jauh dikit, PNS yang lain dalam badan-badan birokrasi yang lebih besar kan justru punya prestasi memalukan yang lebih gede lagi dari pada pegawai kelurahan. Kita bisa bilanglah bahwa prestasi jelek dan ga jelek itu kan hampir berbanding lurus sebenarnya dengan besarnya sebuah lembaga.

Examplenya mudah banget. Antara Winnie the pooh sama Duffy duck kan pasti winnie the pooh makannya lebih banyak [ hubungannya apa sebenarnya ? gw jg bingung. Artiin aja ya ndiri  ]

Nah dari contoh yang segiitu aja sebenarnya gw udah bisa protes habis-habisan sama penulis-penulis skenario itu. Walaupun pegawai kelurahan memang contoh yang paling dekat dan paling sering berhubungan sama para penulis skenario dan sutradara-sutradara yang minta ijin syuting dikampung, kan tetap aja mustinya para sutradara dan penulis skenario itu bisa melakukan OBSERVASI yang lebih melebar dan mendalam [ istilah MLM] serta lebih akurat lagi untuk memberi contoh PNS-2 yang ga bener. Jangan cuman akhirnya pegawai kelurahan yang dikorbankan dari sekian juta PNS indonesia yang ga bener. Jangan dong…….

Sutradara sama penulis-penulis skenario itu mestinya tahu kalo jadi pegawai kelurahan itu sebenarnya peran watak yang susah banget ngjalaninnya. Apalagi kalo kita udah terbiasa ngelakuin sesuatu hal, dinamis dan ga mau statis. Mereka juga msutinya sadar bahwa jadi pegawai kelurahan itu tekanannya berat banget. Jadi PNS aja tekanannya udah berat dan sering disterotipin macam-macam. Apalagi jadi pegawai kelurahan. Maka itu gue Cuma pingin menghimbau… tolong ya jangan nambah-nambah beban psikologis orang yang jadi pegawai kelurahan.

Karena itu gw jadi pingin menghimbau orang-orang kalo ga semua pegawai kelurahan itu sebenarnya jelek, buktinya gw adalah pegawai kelurahan yang baik hati, rajin menabung, suka menolong dan temenan sama dian sastro [in my day dream aja kali ], terus orang-orang juga mesti ngerti kalo akibat pembagian beban kerja yang ga merata dalam birokrasilah yang bikin pegawai negri [ bukan hanya pegawai kelurahan lho ] itu banyak santainya, lalu jadi malas dan akhirnya ga efektif kerjaannya. Penilaian hasil kerja, kualitas kerja dan prestasinya juga ga jelas makanya bikin orang-orang itu jadi ele-elean [ istilah tentara sama kayak dikampus dulu ]. Karena itu perubahan kondisi itu mustinya justri dimulai dari atas, dengan segala kebijakan yang memberdayakan PNS dan utamanya kelurahan.
Makanya kalo pingin ikut merubah suasana birokrasi di Indonesia, kontribusinya sebaiknya juga yang positif dong, jangan justru nambah-nambahin beban para pegawai kelurahan dong dengan segala pengsterotipan yang ga adil itu.
Gw bisa bilang kalo kayak gini maka yang terjadi itu sebenarnya adalah proses destrukturisasi massal masyarakat dan peradaban. Itu kelakuan anarkis, bahkan agak nihilis sebenarnya. Coba aja bayangin kalo hasil ini semua adalah orang-orang ga mau lagi jadi aparat kelurahan. Bukannya nanti proses pelayanan di masyarakat tambah berabe lagi dan yang rugi juga nantinya para sutradara dan penulis skenario karena mereka juga jadi ga punya icon buat dijadiin contoh pegawai negeri..

Hallllllaaaaahhhhhhhhhh lu boleh aja bilang kalo ini proses pembelaan diri dan memang iya, ini proses pembelaan diri. Kalo bukan kita yang membela diri kita sendiri siapa lagi coba. And least but not least gw juga pingin bilang kalo berkarya itu bisa dimana aja dan bahkan dari lumpurpun lahir teratai yang indah.

Entah bingung, entah apa setelah lihat sinetron di TV
M burhanudin september 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar