memaafkan diri sendiri

Air itu terdengar meriak-riak tersapu angin, mentari senjakala ini melembayung merah ceria. Semua gambar itu berpendar mengantar ketenangan. Disudut ini aku terpekur menatap pasir yang tersucikan tangisan laut. Samudra pengampunan kini terbentang luas. Terhampar seakan tanpa ujung. Terkadang kita memang lupa bahwa kita hanya menatapnya samar tanpa tersadar. 
 
Lebaran datang lagi tahun ini dan rasanya baru kemarin kita berzikir, bertakbir dan bertahmid memuji namaNya juga bergembira dalam momen yang sama. Ya rasanya memang baru kemarin. Kini kita akan segera menjelang kembali lebaran itu. Ditengah maghrib yang saat ini sedang melangkahi awan kita terharu, mata kita terasa panas hendak menitikan air mata.

Memang ada yang terasa berbeda dalam hati kita setiap kali lebaran datang dan Ramadhan hendak meninggalkan kita. Saya ga pingin sok relegius disini, tapi saya memang terenyuh dan itu semua membuat saya harus menyelami kembali perjalanan hidup saya selama setahun ini. Ya setahun ini ! Bila lebaran adalah titik dimana kita semua (insya 4jjI ) kembali fitri maka lebaran adalah juga titik start untuk perjalanan kita selanjutnya. Perjalanan yang akan menentukan apakah kita benar-benar memenangkan peperangan atau hanya mengungguli pertempuran Ramadhan.


 Hidup yang riil memang adalah rangkaian hidup setelah Ramadhan dan Lebaran sebagai titik start itu kita lewati. Pertanyaannya adalah apakah yang berlangsung setelah kita melangkahi titik start kembali itu. Inilah yang seringkali tidak dapat kita jawab dengan yakin. Bahkan bilapun kita diberi pilihan yang menyerupai pilihan ganda. [ Pertanyaan ini memang harus dijawab dengan cara essay ]

Banyak hal yang ternyata terjadi dalam perjalanan itu, ada keterlibatan emosi, nafsu dan juga cinta yang menari dalam nada kosmis dimanisnya hidup kita. Semuanya saling terikat dan berpengaruh membentuk rangkaian pola sikap yang terkadang aneh. Diantaranya adalah sikap kita yang [ entah kenapa ] mengulangi kembali apa yang telah kita lakukan ditahun-tahun kemarin bahkan dalam intensitas yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kita [manusia] memang mahluk yang sensitif, cepat terharu dan bersedih. Namun kita juga cepat melupakan sesuatu dan terlalu lekas terbawa kegembiraan. Manusia memang mahluk yang senantiasa lupa dan khilaf tapi kita juga seringkali lebih bebal dari keledai yang tak jatuh dilobang yang sama lebih dari dua kali.


Sekarang lebaran datang kembali dan kita diberikan kembali harapan untuk mendapatkan kesucian yang sama seperti yang telah kita lewati tahun lalu. Mencuci segala basuh sesal dan noda yang ada dibaju raga kita. Di momen ini kita juga mengalami histeria yang sama. Sebuah euforia massa untuk saling memaafkan dan mengikhlaskan setiap kesalahan yang telah kita lakukan atau dilakukan orang lain terhadap kita. Lebaran memang identik dengan banyak icon, mulai dari sekedar sebuah ritus yang bermotif relegi, sebuah refleksi kemanusiaan, perjalanan kebudayaan manusia sampai mitos-mitos politis bahkan aneka kue dan makanan. Namun diantara semua icon itu, saling memaafkan memang merupakan tema utama yang menghiasi spanduk perayaan lebaran kita tiap tahun. Dan memang disitulah esensi kefitrian itu bermula, dari saling memaafkan.


Memaafkan memang akan membuat kita kembali pada titik awal dimana keikhlasan beralamat. Ada ketenangan yang bertetangga dengan senang disana dan itulah oase sebenarnya dari hidup, saat kita bisa dengan cukup ikhlas untuk memaafkan orang lain. [bukankah kesalahan antar manusia kan memang hanya bisa dimaafkan antar manusia. 4jjI hanya akan mengampuni dosa kita terhadap sesama bila kita sudah dimaafkan oleh orang yg kita salahi ]


In the midlle of all that ternayata terkadang kita masih suka lupa bahwa ada lagi yang lebih dan sebenarnya maha penting pada momen lebaran yang juga harus mulai kita lakukan sejak saat ini. Ya …… kita memang mungkin melupakannya. Padahal ini penting !


Benar… kita memang terkadang lupa untuk menengok dalam relung kita sendiri untuk menyadari bahwa ternyata seringkali kita belum berdamai dengan diri sendiri dengan cara memaafkan diri kita. Pertanyaannya hari ini memang adalah sudahkah kita memaafkan diri kita sendiri ? Memaafkan diri sendiri tidak bisa dianggap persoalan sepele. Banyak yang berusaha menafikannya padahal dalam kehidupan manusia sangat sering kita melakukan hal-hal bodoh, konyol dan memalukan yang terkadang saking memalukannya tak ingin kita bicarakan atau kita beritahu pada siapa-siapa. Pada titik ini kita melakukan upaya pura-pura untuk melupakan dan move on with our life. Padahal didalam sana kesalahan itu tak pernah berhenti mengetuk agar kita mengakui keberadaannya.


Bila berpura-pura melupakan akan membuat semua kesalahan yang pernah kita lalui menjadi selesai sebagai masalah dalam benak kita maka, saya mungkin juga setuju untuk melupakan. Namun percayalah tidak ada jalan lain yang lebih baik untuk berdamai dengan diri kita sendiri daripada mengakui kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan pada diri kita sembari menyesali dan memaafkan diri sendiri. Memaafkan diri kita sendiri sebagaimana memaafkan orang lain akan melahirkan kelegaan, keikhlasan dan nafas yang kembali lebih teratur. Tidak gelisah dan galau ragu-ragu.


Memaafkan diri sendiri adalah seperti membasuh diri dalam oase yang tenang dan dingin setelah perjalanan panjang dosa yang menurut kita sendiri mungkin telah tidak bertepi. Memaafkan diri sendiri membuat kita kembali fitri dan bagi diri kita itu akan memudahkan kita untuk lebih mudah mengharagai diri dan keberadaan kita sehingga tidak akan terjatuh pada kesalahan yang sama karena terlanjur telah menghakimi diri kita sebagai seseorang yang berbuat buruk dan dengan demikian buruk lalu hanya pantas berbuat dan mendapat yang buruk-buruk saja.


Tabuh itu masih bertalu mengantar takbir. Air yang beriak itu melompak ruah gembira. Ketenangan itu tidak datang hanya dalam syahdu diam yang galau Tuhan, namun dalam gemuruh takbir dan rebana yang gembira membuncah. Mataku perlahan berair menuruni bukit jiwa yang hendak melandai, lelah menjulang sombong. Aku rendah dan pantas merela segala takdirmu. Maafkanlah diriku yang menatapmu tanpa permisi. Sombongku hukumlah namun sebab tiada tempat berpaling maafkanlah aku yang terhina.


Hanya Engkau ya 4jjI yang Maha segalanya

ampunkan hamba yang kembali terjatuh
berikan kekuatan dan hidayahmu Rabb
karena tanpa petunjukmu
aku niscaya menghilang dalam gelap

M burhanudin B || @tero2_boshu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar