Penemuan Jati Diri (seorang hamba?)

” Penemuan jati diri seorang Hamba “. kalimat judul sebuah puisi ini betul-betul menarik hati saya untuk berkomentar. bukan karena penulisnya adalah seorang yang telah cukup punya nama dalam konstelasi perpuisian nasional atau karena substansinya betul-betul sesuatu yang teramat penting untuk dikomentari, seperti yang sedang ramai dibicarakan media dalam terminologi terorisme dan dalang-dalang teror saat ini. tetapi hanya karena tema ini kebetulan sedang pas dengan suasana hati saya. Sama seperti anda yang mungkin suka dengan sebuah lagu baru saat ini karena liriknnya pas dengan kondisi kemanan dan ketertiban dalam jagat persemayaman raga anda.

Menemukan jati diri itu bukankah berarti menjadi diri sendiri, memiliki kecendrungan berpikir, bertindak dan berolah pikir sendiri ? Jawabannya ya atau tidak ? Bila jawabannya ya maka saya mungkin setuju bila kita semua tidak pernah menjadi diri sendiri. Toh sikap dan semua kecendrungan berprilaku kita ini warisan kultural, titipan psikologis dari zaman yang melahirkan kita kedunia, sikap dan tindak tanduk kita dibangun oleh kecendrungan pergerakan alam yang membesarkan kita. Maka manusia mungkin tidak pernah merupakan produk orisinil dari dirinya sendiri. Artinya dengan kata lain manusia itu mungkin hanya benda setengah manusia yang dimanusiakan oleh lingkungannya, yang juga berarti pabrik Tuhan hanya menghasilkan produk setengah jadi.

Atau bila jawaban kita tidak, maka mungkin konsep penemuan jati diri yang kita maksudkan itu tidak lain bahwa dengan kata yang lebih mudah kita setuju bahwa menemukan pribadi atau diri sendiri itu tidak ditentukan oleh sarana atau alat yang kita gunakan untuk menemukan diri kita itu, tetapi bagaimana wujud jati diri itu sendiri setelah (kalau bisa) ditemukan. Jadi sarananya bisa saja dengan bantuan orang lain, atau juga mungkin dengan sedikit meniru-niru dulu segala sesuatu, baru kemudian menemukan konsep dan wajah sendiri dalam proses meniru-niru itu.

Nah, kalau ini yang anda setuju, saya kok rasanya juga kepingin setuju dengan pendapat anda. Masalahnya saya ini bingung juga, kalau tidak meniru-niru begitu, dari mana saya ini belajar menjadi manusia saya yang sekarang. Lagipula dulu itu kok rasanya benar kalau saya ini belajar makan dari Orang Tua saya, bahwa makan itu caranya begini, metode dan prosesnya yang sopan lagi efektif seperti ini dan lain-lain, dan lain-lain. semua teori dan praktik makan itu datang dari orang lain yang bukan saya sendiri.

Tapi kalau bahwa perlu makan itu Naluriah saya setuju karena saya tidak pernah belajar untuk lapar, namun perut saya ini seperti sudah dari sananya beroperasi dengan proses kontinyu yang melahirkan rasa lapar itu. Selain itu rasanya berat sekali ikut-ikut menyimpulkan kalau saya ini hanya produk setengah jadinya Tuhan, maka yang paling pas dengan saya saat ini mungkin hanya ikut setuju dengan pendapat itu tadi.. 

Setelah saya melihat semua teori dan praktek makan itu, saya juga pada akhirnya bisa juga melahirkan teori saya sendiri, saya merevolusi cara makan yang pernah saya pelajari dengan metode yang menurut saya sendiri efektif walaupun menurut orang lain mungkin agak keluar dari pakem. Misalnya saya menemukan cara bahwa makan yang efektif itu bisa sambil berlari kekelas untuk mengikuti kuliah karena sudah terlambat atau makan yang baik itu dirapel dengan segala sesuatu yang serba lebih, misalnya nasi banyak lauk dua atau tiga air melimpah dan lain-lain, dan itu rasa-rasanya metode saya sendiri karena yang jelas memang diluar pakem dan tidak pernah diajarkan oleh orang tua saya, dosen atau apalagi pengasuh.

Karena itu anda jangan jadi tersinggung karena revolusi cara makan saya itu, atau anda jangan nganggap kalau saya mencatut-catut cara makan anda, wong saya ini merasa bahwa kayaknya anda kok yang meniru-niru saya, ikut-ikutan dengan apa yang saya lakukan dulu atau bisa juga anda dan saya yang mungkin punya kecendrungan yang sama.
Tapi lebih dari itu, soal makan ini kan juga cuma contoh saja bahwa dengan meniru pada mulanya saya bisa juga melahirkan metode dan menemukan diri saya sendiri dalam hal makan dan minum. Artinya pada hal lain mungkin juga bisa begitu. Makanya saya berani juga menganggap bahwa hal sama akan terjadi, misalnya saja. ini misalnya saja ya. Sheakspeare itu mungkin ngak pernah mbacai naskah Layla dan Majnun tapi kok ceritanya bisa sedikit-sedikit sama begitu, atau contoh yang lebih lokallah pada cerita tenggelamnya Kapal Van Der wijk nya Buya Hamka, kok rasa-rasanya sama dengan sebuah cerita Arab. artinya keduanya mungkin saja meniru-niru dulu, tapi bukankah semua orang pada mulanya cuma meniru-niru saja orang lain , sama seperti urusan cara makan dan minum saya itu.

Shakspeare dengan Romeo dan Julietnya (katanya) dianggap meniru-niru Layla dan majnun tapi, bukankah Sheakspeare yang dimegahkan dunia sebagai sastrawan besar itu tokh kemudian tidak menjadi pribadi yang sama dengan Syaikh Nizam penulis cerita Layla dan Majnun. Shakspeare menjadi dirinya sendiri, dengan kecendrungannya sendiri, serta mungkin juga dengan revolusi cara berceritanya sendiri yang sangat berrbeda dengan semangat bertutur dan nilai yang ditawarkan Syaikh Nizam dalam karya-karyanya. Dan kalaupun tidak mau setuju dengan pendapat ini, saya masih punya satu pendapat lagi bahwa bisa jadi ini semua karena manusia mungkin punya kecendrungan-kecendrungan yang sama.

Sama seperti anda yang juga menemukan cara makan yang efektif dan banyak seperti yang juga saya lakukan. Artinya saya mungkin ingin bilang bahwa terkadang manusia yang lahir dari rahim yang berbeda, latarbelakang dan proses kejadian yang berbeda. Ada yang dirumah mewah atau dikolong jembatan ini sedikit-sedikit juga punya keseragam-an tertentu dalam pola pikir, sehingga mungkin juga bisa jadi bahwa proses kesamaan ini tidak berhenti pada reaksi alamiah yang itu saja tetapi juga menjadi, bahwa manusia ini juga (mungkin) saja punya jati diri yang sama

Artinya ada lebih dari sedikit pribadi-pribadi dengan kecendrungan yang sama dalam dunia ini, dus juga artinya jati diri saya ini juga mungkin sama dengan orang lain, yang mungkin juga jati diri anda


” Tapi kok rasa-rasanya benar, ya kalau manusia itu dibangun oleh nilai-nilai yang ada diluar dirinya, bahwa saya itu nggak bisa hidup sendiri, bahwa diri saya itu hanya produk kondisi, situasi dan faktor-faktor diluar diri saya sendiri, ibu saya, teman sekolah, guru, pacar, bacaan yang saya baca, film yang saya tontoni, musik yang saya dengar dan jangan lupa agama yang saya anut serta banyak lagi faktor-faktor X yang lain. yang mengiyakan bahwa saya tidak menciptakan pribadi saya sendiri. Tapi bukankah itu wajar juga. bukankah bukan prosesnya saja yang penting tapi lebih dari itu adalah bagaimana akhirnya.

Segala sesuatu yang dibentuk pun tidak pernah sangat sama dengan apa yang digunakan sebagai perbandingan untuk mengukur dan menemukan diri sendiri. Nah perbedaan yang sedikit itulah diri anda, penemuan jati diri anda. Toh apa yang anda temukan mungkin juga sama dengan penemuan jati diri yang dilakukan orang lain. karena kita dibekali akal yang sama untuk berpikir, bahan baku yang sama untuk diolah, permasalahan-permasalahan alamiah (Sunatullah) yang serupa untuk disikapi untuk melahirkan sebuah bentuk penyelesaian baru, sebuah jati diri yang berbeda dalam penyelesaian masalah. walaupun mungkin perbedaanya itu cuma sepersekian juta milimeter persegi dari bangunan jati diri yang kelihatannya sama itu. Tapi kan tetap saja berbeda dan mesti, tetap merupakan sebuah Revolusi.

Kalau begitu,… Lho, Sekarang kok jadi saya yang bingung, sendiri !!!. Terus apa sih penemuan jati diri itu ?. Anda ini kok belum ngerti-ngerti juga kalau saya ngomong seperti ini, karena saya belum juga menemukan diri saya sendiri. saya ngomong begini ini cuma karena pengen membela diri saja, bikin alasan yang sedikit-sedikit bisa masuk akal orang karena ada yang bilang kalau tulisan saya ini, “ya” tulisan yang sekarang anda baca ini gayanya sama dengan gaya mh, padahal saya cuma pingin tulisan saya menghasilkan efek psikologis seperti yang diakibatkan oleh tulisan orang itu terhadap saya.
Saya cuma kepingin menjelaskan sesuatu yang menarik keriuhan akal saya dengan metode yang sudah jelas saya rasakan akibatnya secara langsung. eh kok ada yang bilang kalau saya ini tidak menjadi diri saya sendiri. memangnya orang yang bilang itu juga sudah menemukan dirinya sendiri dan lalu pernah hilang dimana dirinya hingga pake mesti ditemukan segala dan memangnya diri saya ini pernah hilang dimana juga hingga saya mesti mencari-cari jati diri saya sendiri. Makanya saya lebih senang kalau judul puisi teman yang saya kagumi itu bukan penemuan jati diri seorang Hamba tetapi ” menjadi hamba yang menjadi dirinya sendiri ” sehingga saya tidak perlu repot-repot bikin segala macam alasan pembenaran untuk teori saya sendiri.

Tentang menemukan diri dan menjadi diri sendiri itu, kalau bisa maka sekarang ini saya ingin menyarankan supaya anda tidak ikut pusing-pusing mikir soal jati diri seperti saya ini. saya jamin anda pasti ikutan bingung. Makanya itu, daripada anda bingung, kan lebih baik kalau anda setuju dengan saya (toh selama ini kan saya selalu setuju dengan anda) bahwa kalaupun kecendrungan sikap kita, tulisan kita, cara berpikir kita dan semuanya sama dengan orang lain toh itu berarti kita sudah menemukaan diri kita sendiri, setidaknya kita menemukan diri kita sebagai orang yang ikut-ikutan dengan sikap, cara berpikir dan bertindak orang lain. sampai disitu maka kita tak perlu lagi ribut-ribut berdebat apakah kita sudah menjadi diri kita sendiri atau belum. lagipula apa benar kita bisa menjadi diri kita sendiri kalau sampai sekarang saja saya sendiri belum pernah menjumpai sesuatu yang namanya diri saya itu, tidak kenal dengan diri saya itu sendiri, atau dengan kata lain belum menjumpai diri saya itu atau dengan kata lain lagi belum menemukan diri saya sendiri itu.
  
Nah kan sekarang saya bikin bingung lagi !!!!.
makanya sudah ngak usah lagi kita ngomong-ngomong mengenai persoalan yang satu ini. bikin pusing, seperti benang kusut, yang kalau coba kita tarik semakin kusut lebih daripada permulaannya.

” akh… ini mungkin saja karena jati diri itu “.

Shut Up kan sudah saya bilang ngak usah lagi ngomong soal itu. Sok mau ikut-ikutan seperti saya kamu !!!.
Saya bentak kawan saya itu.

M Burhanudin B / @tero2_boshu sudah lama sekali


untuk kamu yang sedang mencari. Terima kasih untuk terus mengingatkan

bahwa kita semua memang masih sama-sama dalam proses
yang kita tidak tahu akan berujung kemana. semoga selamat sampai tujua
n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar